Senin, 28 Oktober 2013

Spirit of Youth


Pemuda terjerat narkoba, sudah tidak aneh. Pemuda melakukan kenakalan, pun sudah lumrah. Bagaimana dengan pemuda pengusung pembangunan? Ini baru luar biasa!

Ya, pemuda. Suatu golongan di masyarakat yang umumnya terkategori kelas vulneral. Kenapa bisa begitu? Jika dilihat dari rentang usia yang berkisar 16-25 tahun, golongan ini memiliki tingkat kelabilan yang signifikan. Mudah terpengaruh informasi asing, dan juga kurang bisa mengontrol emosi. Kedua hal inilah yang menjadikan pemuda rapuh, dalam artian tidak memiliki pendirian yang tegas dalam bersikap. Hal ini merupakan suatu hal yang lumrah, karena memang, dalam segmentasi usia demikian, pengalaman hidup yang dimiliki tidak terlalu banyak.

Pemuda pada umumnya dijadikan sebagai objek pembangunan, berbagai program pemerintah dan non-pemerintah digulirkan untuk memberdayakan pemuda. Mulai dari pemberian motivasi, pencegahan terhadap penyalahgunaan narkotik, sampai pemupukan jiwa kewirausahaan. Semua program tersebut ditujukan untuk memerkuat kualitas suatu generasi pemuda. Karena, mengutip perkataan bijak, “Pemuda di hari ini, pemimpin di hari esok.”

Salah satu figur pemuda yang cukup dibanggakan prestasinya adalah Yusuf Salim. Ia adalah seorang pemuda sederhana asal Desa Pancawati, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor. Seperti pemuda pada umumnya, ia memiliki semangat dan energi yang cukup besar. Tapi jika mengenalnya lebih dekat, akan dirasakan adanya perbedaan dibandingkan dengan pemuda lain. Fokus perhatiannya tidak pada musik, lawan jenis, ataupun hanya permainan belaka, justru pada permasalahan kemiskinan di desanya. Cukup istimewa!

Ia memiliki kesadaran yang kritis, bahwa kehidupan masyarakat miskin di desanya sangatlah rentan. Jika tidak ditangani secara serius maka nasib warga miskin sudah bisa ditebak: berujung pada ketidakpastian. Desa Pancawati sendiri merupakan suatu desa yang berada di Kabupaten Bogor dengan jumlah penduduk sebesar 13.468 jiwa, dimana 6.125 di antaranya adalah warga miskin, dengan mata pencaharian utama sebagai buruh kasar.

Sudah banyak program bantuan pemerintah yang digulirkan di desa ini. Salah satunya adalah PNPM Mandiri Perkotaan. PNPM sebagai suatu program penanggulangan kemiskinan berbasis komunitas bertumpu pada nilai-nilai kearifan lokal dari para pelakunya. Diperlukan pemikiran, waktu, dan tenaga yang besar untuk menjalankan program ini. Jika ditangani oleh orang-orang yang tidak serius, dapat dipastikan program ini tidak akan memberikan pengaruh yang signifikan.

Hal ini terbukti di Desa Pancawati. Pelaksanaan salah satu kegiatan tridaya PNPM, kegiatan ekonomi bergulir di desa ini tidak berjalan dengan optimal. Jika dilihat dari tingkat pengembalian, hanya mencapai 52% saja. Artinya, masyarakat yang tergabung dalam Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) peminjam, setengahnya tidak mengembalikan pinjaman.

Kenyataan tersebut tentu saja sangat mengkhawatirkan, karena bagaimanapun juga kegiatan ekonomi bergulir adalah salah satu kegiatan yang dapat meningkatkan taraf penghasilan masyarakat miskin secara nyata. Sungguh sangat disayangkan bila disia-siakan begitu saja. Kegagalan pelaksanaan kegiatan ini dapat menyebabkan tingkat pertumbuhan perekonomian warga miskin terhambat, bahkan mungkin bisa lumpuh.
Tidak ingin berpangku tangan atas permasalahan yang ada, maka Yusuf Salim selaku warga yang peduli akan masyarakatnya, berinisiatif untuk melibatkan diri dalam pelaksanaan kegiatan ekonomi bergulir. Motivasinya hanya satu, yaitu ingin memajukan perekonomian masyarakat desa pancawati dengan sistem yang sehat. Secara teknis, dia melamar ke Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) Tunas Harapan untuk dapat diberikan kesempatan bergabung dalam kepengurusan Unit Pengelola Keuangan.

Melihat kesungguhannya dalam membangun desa, pada 1 Desember 2011, Yusuf secara resmi diangkat BKM sebagai manajer Unit Pengelola Keuangan (UPK). Namun, sebuah beban besar menanti di hadapannya. Bagaimana seorang manajer UPK menyikapi kemacetan perguliran sebesar 48%? Ini bukanlah persoalan mudah. Bukan persoalan membalikkan angka dan huruf, melainkan bagaimana mengubah paradigma masyarakat, sekaligus memberdayakan mereka.

Cibiran dan ledekan, tentu saja terdengar dari mana-mana. Namun itu semua tak diindahkannya. Semua dianggap sebagai cambuk agar lebih giat lagi dalam menjalankan tugas baru. Berbekal niat kuat untuk berbakti pada masyarakat, sedikit demi sedikit dia mulai memperbaiki kekacauan yang ada. Dengan dampingan intensif dari Tim Fasilitator VIII Kabupaten Bogor, Yusuf mulai mengurai benang kusut.
Dimulai dengan melakukan survei ke tingkat KSM. Apa yang sebenarnya menjadi hambatan mereka untuk membayar cicilan. Banyak hal yang ditemukan, ternyata. Permasalahan tidak hanya dari pengelolaan perguliran yang kurang konsisten dari pengurus terdahulu, tapi juga adanya miskonsepsi dari masyarakat tentang status pinjaman modal bergulir. Permasalahan semakin bertambah rumit dengan maraknya praktik lintah darat di lingkup masyarakat sendiri, sehingga mereka mengalami kesulitan untuk memilah-milah prioritas utama pembayaran.

Namun itu semua tidak menjadikan Yusuf patah arang. Ia bersama rekannya, sesama UPK, yakni ibu Tuti—seorang ibu rumah tangga, senantiasa mencoba mencairkan kembali dana yang terlanjur beku. Segala upaya dilakukan, mulai dari pendekatan persuasif kepada kelompok, maupun pendekatan personal pada masing-masing anggota. Penolakan, pengucilan, bahkan ancaman merupakan “insentif harian” yang harus mereka terima bulat-bulat. Tidak sedikit masyarakat yang menolak membayar dengan berbagai dalih. Namun, tak sedikit pula masyarakat yang mulai tergerak hatinya untuk melunasi utang mereka.

Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, hingga akhirnya bulan berganti tahun. Perjalanan yang panjang dan berat dalam rangka membantu mereka yang membutuhkan, akhirnya membuahkan hasil nyata. Perlahan tapi pasti, benang kusut mulai terurai. Masyarakat sedikit demi sedikit berubah paradigmanya. Mereka sadar bahwa tak ada yang bisa menolong mereka kecuali mereka sendiri. Maka dengan sedikit memaksakan diri sesuai kemampuan, mereka mulai melunasi utang. Setelah lunas, merekapun mengajukan pinjaman berikutnya dalam rangka meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi usaha.

Alhamdulillah, pada Januari 2013, tingkat pengembalian pinjaman mencapai 100%. Benar sekali. Tak ada tunggakan sepeser pun! Ini merupakan salah satu takaran keberhasilan yang dapat dilihat secara kasat mata. Benar-benar nyata.

Dia yang sebelumnya diremehkan, kini benar-benar berarti. Prestasinya dihargai, kerja kerasnya berbuah manis. Tak ada lagi yang menyangsikan kesungguhan Yusuf dalam bekerja. Dan, kini, pemuda yang asalnya biasa-biasa saja, menjelma menjadi seorang tokoh masyarakat yang cukup disegani dan berpengaruh. From zero to hero.

Satu motivasi yang ia yakini dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang Manajer UPK adalah: “Sukses itu sulit. Tapi lebih sulit jika tidak sukses.” 

Seribu Pasang Sandal Hotel Made In Cipari


Sore itu hujan turun begitu derasnya. Kami bermaksud mengunjungi perajin sandal di Cipari, Kelurahan Cisarua. Konon perajin ini sedang kebanjiran pesanan dari beberapa hotel sekitar Cisarua. Sebut saja, Wisma Industri, Hotel Amarsya, Hotel Santo, bahkan Hotel Usu.

Bariji adalah pihak penghubung yang menjembatani sang perajin sandal dengan pihak-pihak hotel sekitar. Ia gigih menawarkan prodak sandal, dengan harga sedikit rendah dibanding harga jual lainnya. Prinsipnya, sedikit untung tak masalah, yang penting permintaan dan pesanan banyak datang dari pihak hotel-hotel.
Pesanan rata-rata untuk sebulan adalah 2 kali pemesanan, dengan kuantitas pesanan sekitar 1.000-1.500 pasang. Padahal jumlah pekerja di rumah kerajinan ini hanya 6 orang: 3 orang yang menjahit, 2 orang yang menyablon dan seorang lagi buruh tidak tetap sebagai tenaga bantu, bergantung banyaknya pesanan. 

Kerajinan sandal ini dikerjakan di rumah Bariji yang tinggal di Cipari RT 4/RW 5, Kelurahan Cisarua.
Selain sandal Hotel mereka, menerima pesanan dibidang percetakan seperti undangan, shampo, dan gantungan kunci, . Salah satu KSM kegiatan sosial 2011 yang mampu menjalankan usahanya, setelah dibekali pelatihan Pembuatan sandal Hotel ditahun 2011, dengan nama KSM pada saat itu adalah Kelapa Tunggal. Baru 2 bulan belakng ini terdaftar juga, sebagai KSM Ekonomi bergulir,dengan nama KSM Percetakan yang berjumlah 6 orang.

Proses berjalannya pengusaha kerajinan ini, tidaklah mudah. Kendala-kendala yang ditemuinya, semisal dengan pihak hotel, antara lain, kebanyakan pihak hotel melakukan pembayaran tidak langsung saat barang/produk diserahkan. Biasanya mereka menggunakan sistem pembayaran per termin, yakni dibayarkan per 1 bulan atau per 2 minggu (diangsur, tidak sekaligus). Karena memang untuk jumlah pesanan saja harus ada kesepakatan antara 2 pihak: pihak hotel dengan pihak perajin. Akhirnya, mereka seringkali kesulitan jika ada pesanan dari hotel lainnya, karena tak memiliki lagi modal untuk belanja bahan baku sandal. Namun, mereka tidak terpaku dengan kondisi itu. Oleh karena itulah, mereka mengusulkan menjadi Kelompok Swadaya Masayrakat (KSM) yang mengakses dana ekonomi bergulir .

Semoga kegiatan perajin mampu bertahan dengan menghasilkan produk sandal hotel yang berkualitas serta mampu bersaing di pasaran, sehingga dapat menjadi produk andalan di Kelurahan Cisarua dan sekitarnya. Dan, pada akhirnya dapat mengubah dan meningkatkan mata pencaharian keluarga, khususnya di Kelurahan Cisarua. Aamiin..

Ada PAKET Replikasi di Bogor


Sebagai salah satu bagian dari tahapan intervensi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan, Penanggulangan Kemiskinan secara Terpadu (PAKET) secara resmi berakhir pada tahun 2011. Program yang mengedepankan kemitraan antara Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan kelompok peduli ini sejatinya layak dilanjutkan dan digulirkan di semua kota/kabupaten penerima PNPM. Banyak pihak, terutama BKM dan pelaku lainnya, mempertanyakan kebijakan penghentian program tersebut. Terdapat beberapa kota/kabupaten yang sangat antusias mendapatkan PAKET, karena program ini tiada lain sebagai penerjemahan yang baik dari pendampingan konsultan di lapangan, menjadi kecewa. Bahkan, memunculkan anggapan terkait inkonsistensinya PNPM secara keseluruhan. Hingga kini, belum muncul penjelasan yang gamblang untuk menanggapi “pertanyaan diam” dari banyak pelaku tersebut.

Di beberapa kota/kabupaten yang telah mendapatkan PAKET dan melihat sisi positif dari dampak yang dihasilkannya, melanjutkan program tersebut dengan PAKET Replikasi. Beberapa yang melaksanakan PAKET Replikasi di Jawa Barat adalah Kabupaten Sukabumi, Kota Bekasi dan Kota Depok. Digagas sejak tahun 2011, dengan adanya seleksi dan penilaian terhadap kinerja BKM, Kabupaten Bogor pun melaksanakan PAKET Replikasi dan baru bisa diserap oleh masyarakat di tahun 2013.

PAKET Replikasi Kabupaten Bogor dijalankan dengan tetap menjalankan beberapa aturan pokok dari PAKET. Awalnya pada tahun 2011, dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang diusulkan untuk PAKET Replikasi adalah sebanyak Rp1,5 miliar. Setelah disesuaikan dengan ketersediaan dan banyaknya kegiatan lain yang mesti dibiayai APBD, pada tahun 2012 ditetapkan alokasi APBD untuk PAKET Replikasi tahun 2013 sejumlah Rp850 juta. Dana tersebut dialokasian pada 15 desa/kelurahan yang tersebar di 13 dari total 17 kecamatan penerima PNPM Mandiri Perkotaan. Sisa 4 kecamatan lainnya tidak dialokasikan, karena mendapat program Neighborhood Development (ND) atau Penataan Lingkungan dan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK).

Berdasarkan penilaian kinerja tahun 2011, 15 desa/kelurahan yang ditetapkan menerima PAKET Replikasi adalah Desa Banjarsari, Desa Ciomas, Disa Cibanteng, Desa Cileungsi, Desa Cogreg, Desa Cisalada, Desa Cijujung, Desa Karang Asam Barat, Desa Kopo, Desa Nanggewer Mekar, Desa Sukahati, Desa Pasir Buncir, Desa Rawa Panjang, Desa Sukmajaya dan Desa Wanaherang. Setiap desa mendapat BLM dengan pagu sejumlah Rp55 juta, Rp60 juta dan Rp65 juta. Besaran pagu tersebut didasarkan pada volume usulan kegiatan. Dalam pagu tersebut dialokasikan sejumlah 5% untuk Biaya Operasional (BOP) BKM dan 5% untuk peningkatan kapasitas atau Capacity Building (CB) Panitia Kemitraan (PAKEM). Kegiatan yang akan dilaksanakan, antara lain, “betonisasi” jalan lingkungan, TPT, balai kesehatan, “pipanisasi” air bersih dan jembatan.

Pada 19 Juli 2013, Badan Pembinaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD) selaku leading sector PNPM Perkotaan Kabupaten Bogor melaksanakan sosialisasi PAKET Replikasi, yang dihadiri oleh perwakilan BKM, Senior Fasilitator (SF) dan Tim Koordinator Kota (Koorkot). Acara yang dilangsungkan di Ruang Rapat Kantor BPMPD itu dibuka oleh Kepala Satker Abdul Rachman.

Dalam sambutan, sekaligus arahannya, Kepala Satker menyampaikan agar kegiatan PAKET Replikasi dapat dijalankan dengan baik, sehingga programnya dapat dilanjutkan di tahun 2014. Dipaparkan juga garis besar dari Pedoman Teknis PAKET Replikasi. Di akhir paparan, Abdul Rachman menyarankan agar dibentuk Forum BKM PAKET Replikasi dengan dilakukan pemilihan 1 - 2 orang sebagai ketua dan wakil ketua.
Usai arahan Kepala Satker, dipandu Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Satker Nasir beserta Tim Koorkot, seluruh peserta bersepakat memilih Koordinator BKM Desa Wanaherang Asman sebagai Ketua, dan H. Hidayat, yang mewakili Desa Sukahati, sebagai Wakil Ketua dalam Forum BKM PAKET Replikasi. 

Selanjutnya, forum ini disebut Forum 15. Tugas pengurus Forum 15 adalah turut membantu BPMPD/Satker untuk suksesnya pelaksanaan PAKET Replikasi. Diharapkan pengurus Forum 15 dapat memberikan saran dan masukan, memperlancar komunikasi dan koordinasi serta evaluasi bersama antarseluruh desa penerima PAKET Replikasi.

Dalam diskusi dan tanya jawab, beberapa peserta berharap agar PAKET Replikasi dapat dilanjutkan dan dilaksanakan setiap tahun. PAKET Replikasi, sebagai program reward, diharapkan memiliki penilaian atau indikator seleksi yang lebih baik daripada penilaian tahun 2011. Aturan untuk adanya kuota setiap kecamatan, dikritisi juga oleh beberapa peserta karena hal tersebut mengaburkan makna dari sebuah program reward.

Di akhir acara, disampaikan oleh PPK rencana pemilihan BKM terbaik tahun 2013. Hadiah berupa dana telah dianggarkan untuk 6 BKM terbaik, yaitu sejumlah Rp100 juta.

Replikasi PAKET Bogor 

Selasa, 01 Oktober 2013

500 tahun


Kelompok Belajar Internal Konsultan (KBIK) menjadi bagian yang rutin dilaksanakan di setiap kota/kabupaten. KBIK menjadi bagian untuk memperkuat penumbuhan kapasitas pelaku dan mempererat jalinan kebersamaan. Sebuah perubahan telah dilakukan dalam skema proyek. Rapat Koordinasi (Rakor) full team yang dilaksanakan secara swadaya, diangkat menjadi satu kegiatan yang difasilitasi proyek, dan disebut “Konsolidasi”.

Pelaksanaan Rakor full team Kabupaten Bogor memerlukan berbagai persiapan. Dalam satu tahun dilaksanakan empat kali rakor full team. Fasilitator yang berjumlah 111 orang ketika dikumpulkan dalam sebuah pertemuan, jumlah total peserta tersebut mengalahkan pelaksanaan Rakor Koorkot OC4 Jabar. Besarnya jumlah peserta tersebut berimbas pada mobilisasi, tempat, konsumsi dan fasilitas pendukung lainnya. Wilayah Kabupaten Bogor yang cukup luas berpengaruh pada lamanya perjalanan yang harus ditempuh. Perjalanan akan semakin melelahkan dan berkepanjangan, jika melalui jalur Ciawi - Puncak dan Ciawi arah Sukabumi—dua jalur dengan tingkat kemacetan tertinggi di Bogor.

Direncanakan sejak Mei, Rakor full team (Konsolidasi I) di Kabupaten Bogor, dapat dilaksanakan di Vila AGK Desa Jogjogan, Kecamatan Cisarua, pada 13 dan 14 Juni 2013. Berkat lobi dan pendekatan Tim 10, vila dapat digunakan tanpa dikenakan biaya sewa. Tiga kamar yang ada, diisi oleh fasilitator perempuan dan panitia. Ruangan atas yang cukup luas, disiapkan untuk istirahat fasilitator laki-laki. Ruang tamu dan ruang keluarga menjadi ruang belajar bersama. Teras depan dan teras samping kanan rumah bisa digunakan untuk diskusi kecil saat menyambut pagi dan terbenamnya matahari. Di halaman depan, terhampar padang ilalang dan siap digunakan untuk bermain futsal. Sementara di samping kiri vila, tersedia sebuah kolam renang dengan air yang dingin menyengat.

Konsolidasi dibuka dengan sambutan dari Koordinator BKM Desa Jogjogan H. Muhammad Yunus. Dalam sambutannya disampaikan ungkapan selamat datang dan pesan khusus. Muhammad Yunus, yang juga sebagai pimpinan pondok pesantren, berpesan agar tidak melupakan kehidupan setelah kematian. Hidup agar dijalani hidup dengan baik karena kelak akan masuk “lubang” (kuburan), setelah sebelumnya keluar dari “lubang” (dilahirkan).

Selepas sambutan Koordinator BKM Desa Jogjogan, acara dilanjutkan dengan sosialisasi dari Bank BTN dan Asuransi AIA. Dalam kesempatna itu, Assistant Manager Funding Bank BTN Bogor Liling Joko S. menawarkan peluang kerja sama dan kemitraan, baik untuk BKM maupun fasilitator. Diimingi merchandise, beberapa peserta antusias mengajukan pertanyaan. Salah satu pertanyaan yang paling menarik adalah tentang peluang pinjaman KPR untuk fasilitator—mudah-mudahan pihak Kementerian Pekerjaan Umum (PU) bisa memperjuangkan ini.

Sementara itu, Corporate Manager Financial Asuransi AIA Jabar Ajat Jatnika menyampaikan program paket asuransi untuk fasilitator. Saat ini, hampir semua fasilitator Kabupaten Bogor belum memiliki asuransi, setelah sebelumnya mengikuti program asuransi In Health. Lepas sosialisasi ini, akan ditindaklanjuti dengan sosialisasi ke BKM dan sosialisasi dari lembaga perbankan/asuransi lainnya.

Usai salat Ashar acara dilanjutkan dengan siraman rohani. Dalam tausiahnya Ustadz H. Miftah menyampaikan pentingnya kebersamaan yang akan berbuah surga. Keutamaan kebersamaan, antara lain makbulnya dalam berdoa. Diajaknya seluruh peserta untuk bersyukur atas segala nikmat yang demikian banyak dan tidak berbilang. Nikmat, kata dia, digolongkan 2 jenis, yaitu nikmat yang bisa diraih setelah ada usaha dan nikmat yang diperoleh secara langsung.

Di akhir tausiahnya, sang ustadz mengungkapkan bahwa menjaga diri dengan cara yang sederhana adalah dengan banyak bersedekah. Apabila ada hajat/keinginan/cita-cita maka hendaknya diraih juga dengan bersedekah. Ustadz juga mengingatkan agar jangan pernah meninggalkan salat. Sekali meninggalkan salat maka siksanya akan dijalani selama 500 tahun. Naudzubillah min-dzalik.

Acara konsolidasi dilanjutkan pukul 19.30 WIB dengan paparan materi dari Koorkot. Sebelum acara hiburan, dilakukan pengundian doorprize yang diikuti oleh perwakilan tim. Hadiah berupa kipas diraih oleh Tim 10 dan Tim 15. Hadiah diserahkan oleh Ketua Forum Fasilitator Kabupaten Bogor Cecep Fathullah.
Jelang tengah malam disertai suguhan jagung bakar, kacang rebus dan ubi jalar, seluruh peserta dihibur oleh 2 penyanyi dangdut. Pukul 00.30 WIB, seluruh peserta mengistirahatkan matanya masing-masing. Ada yang nyaman tidur di kamar. Ada yang seru dan rame tidur rombongan di lantai atas, layaknya barak. Ada yang merebahkan badannya di karpet dengan kasur bantalan kursi. Dan, ada juga yang melepas lelah di atas bale. Istirahat agar lebih fresh di hari kedua.

Acara di hari kedua, diawali dengan salat subuh berjamaah. Beberapa peserta selanjutnya melakukan obrolan santai di teras dan sebagian lagi menikmati jagung bakar. Para penggiat bola melakoni hobinya, main futsal. Selepas futsal, beberapa melanjutkannya dengan berenang.

Pukul 09.00 WIB, Koorkot kembali menyampaikan materinya. Pukul 11.25 WIB, acara konsolidasi ditutup. Harapan terbesar, acara konsolidasi dapat menguatkan spirit pemberdayaan dan kebersamaan seluruh peserta dan meningkatkan keyakinan akan adanya perubahan atas seluruh gerakan yang telah dan akan dijalani. InsyaAllah.