Senin, 08 Juli 2013

Rawa Panjang, Sentra Pengrajin Anyaman Bambu


Sebagian besar warga RW 14 Desa Rawa Panjang berprofesi sebagai pengrajin anyaman. Terhitung 11 KSM ekonomi telah terbentuk, masing-masing KSM terdiri atas tiga anggota. “Saat ini kami baru menyadari betul tentang manfaat kelompok. Selama puluhan tahun menjalani profesi, kami berjalan sendiri-sendiri, akibatnya biaya untuk bahan baku menjadi lebih mahal dan kualitas produk kami juga masih lemah. Oleh karena itu, ke depannya kami harapkan adanya bimbingan pelatihan, akses ke berbagai pihak, serta pemasaran yang jauh lebih penting,” jelas Ketua RT 002 Muhasan, diamini Ketua RT 001 Tuin. Kedua ketua RT ini sama-sama pengrajin.

Muhasan mengatakan, permodalan juga sangat diharapkan oleh semua pengrajin. “Dengan penambahan modal, kami bisa menyimpan bahan yang cukup, sehingga tidak dipermainkan penjual rotan. Di samping itu kami pun berharap dapat memilki tempat untuk menjual dan memasarkan. Selama ini para pembeli produk anyaman datang sendiri ke tempat kami. Akibatnya kami tidak mampu memasang harga yang menguntungkan, malah mereka yang mengendalikan harga,” urai dia.

Begitu pula yang disampaikan pengrajin lainnya, warga RT 002 Usman (29). Ia mengatakan, kegiatan membuat anyaman dimulai sejak tahun 1986. “Keahlian saya adalah warisan dari orang tua. Hal serupa terjadi pada tetangga lainnya, yaitu keahlian turun-temurun. Saya juga sangat merasakan adanya selisih harga jika kita membeli bahan secara sendiri-sendiri, yang terbatas sesuai dengan kemampuan kami. Ini membuat kami tidak bisa memiliki stok bahan cukup, terutama rotan yang paling murah saja masih berharga Rp17.000 per kilogram,” ujar dia.

Hal senada dikatakan Sabenih (44), pengrajin dari RT 001/RW 14. Untuk membuat vas bunga diperlukan bahan-bahan berupa, rotan, tambang dari rumput, pelepah pisang, alang-alang, dan kulit kayu kering. “Kecuali rotan, semua bahan dapat diperoleh dengan mudah di sekitar wilayah kami. Produk yang kami hasilkan berupa vas bunga, rangka stik merk, keranjang parsel, dan lain-lain. Biasanya order pesanan datang dari toko-toko kembang dan pedagang bunga plastik,” katanya.

Dengan dibangunnya Jembatan Anggrek di Desa Rawa Panjang, para pengrajin anyaman ini mengaku sangat terbantu. “Sebelum diperbaiki dan diganti baru, jembatan ini amat menyulitkan kami, pengrajin, bahkan warga lainnya. Kondisi dasar jembatan dari balok yang sudah rapuh dan berlubang-lubang bisa membahayakan keselamatan, terutama bagi anak-anak,” cetus para pengrajin. Namun, sejak jembatan kokoh berangka baja ini berdiri, pengangkutan produk bisa lebih mudah bagi pengrajin. “Karena, sekarang kendaraan mobil bisa masuk ke dalam. Kami tidak lagi menguatirkan anak-anak akan celaka saat melintasi jembatan,” tutur Muhasan.

Manfaat lain jembatan tersebut juga dirasakan warga, terkait keberadaan Taman Pemakaman Umum (TPU) yang dimanfaatkan juga oleh warga wilayah lain. “Sekarang, tidak ada lagi kesulitan mengangkut jenazah menyeberangi jembatan,” tegas Tuin.

Dalam kegiatan peresmian jembatan, pada Minggu (14/6/2009) ternyata kaum ibu setempat ikutan sibuk, karena mereka lah yang bertanggungjawab menyediakan konsumsi makan siang. Meski sibuk, para ibu mengaku bersyukur dan gembira. Hal tersebut tampak jelas di raut wajah mereka.

“Alhamdulillah, akhirnya jembatan yang kami impikan dapat terwujud, berkat PNPM. Plong rasanya hati kami, tidak kuatir lagi atas keselamatan anak-anak dan juga orang tua yang berlalu-lalang di atas jembatan,” tutur salah seorang ibu warga RT 001 bernama Suryati. Hal tersebut dibenarkan Zaenab, Cumah dan Nawiyah, ibu-ibu lainnya. Menurut mereka, banyak warga menghindari jembatan ini. “Takut ambruk dan tercebur. Jadi, ya, terpaksa lewat jalan memutar yang cukup jauh,” tutur mereka.

Sementara itu, hidangan sayur asam, ikan goreng, peyek ikan dan peyek kacang, lalapan, serta sambal terasi yang disiapkan para ibu, ternyata ludes sekejap, dan diakui sebagai hidangan ternikmat yang pernah disantap oleh sekitar 100 warga. “Semua ini adalah hasil kerja kaum ibu dari dua RT, dengan dikoordinir ibu ketua RT uang konsumsi yang terkumpul sebanyak Rp 500.000. Kami puas bila makanan yang disajikan tidak tersisa, itu kan berarti masakan kami enak,” cetus Suryati sambil tertawa. (heroe k., PNPM Mandiri Perkotaan; Firstavina)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar