Kamis, 04 Juli 2013
Basecamp Faskel Gerakkan Ekonomi Desa
Keberadaan Basecamp Tim Faskel-17 di RT 002/RW 01 Desa Rawa Panjang, Kecamatan Bojong Gede, Kabupaten Cibinong, Provinsi Jawa Barat (Jabar), ternyata mampu menggerakkan perekonomian masyarakat setempat.Hal ini tercermin dari sibuknya kegiatan dan banyaknya kerumunan warga sekitar di Warung Makan Ibu Titi, terutama di pagi hari. Begitulah pengamatan penulis saat mengunjungi dan bermalam di wilayah tersebut selama beberapa hari, Juli 2008 lalu.
“Awalnya, saat kami menempati basecamp, sejak Mei 2008, setiap pagi kami mengalami kesulitan mencari warung untuk sarapan (makan) pagi. Setelah bertanya-tanya kepada warga setempat, kami baru menemukannya sekitar 200 meter dari basecamp,” kata Rina Herawati, Senior Faskel Tim 17. Rupanya kesulitan yang dialami para Faskel itu membuahkan peluang bagi seorang warga RT 002/RW 01, Ny. Titi Ratnawati (52), untuk membuka warung makan. “Akhirnya, mulai saat itu kami berlima tidak lagi kesulitan mencari makanan pengganjal perut, mulai sarapan hingga makan malam. Tidak hanya mudah, tapi juga murah,” tutur Rina dan kawan-kawannya, diiringi tawa.
Ketika penulis mendatangi kediaman Titi, ia bercerita, sebelum membuka warung makan, kesibukan istri dari Amin (59) ini hanya mengurus rumah. “Paling-paling membantu tetangga kalau ada hajatan. Sedangkan untuk makan sehari-hari, cuma mengandalkan hasil kerja serabutan dari suami. Anak perempuan saya yang kerja di Jakarta juga ikut membantu,” ujarnya.
Menurut Titi, ide membuka warung makan berawal dari kehadiran Rina dan kawan-kawan, yang sejak Mei lalu mengontrak petakan (rumah kopel kecil) di rumah Pak Bentor. “Ini kan bisa menjadi sebuah kesempatan untuk membuka warung makan kecil-kecilan. Siapa tahu bisa mendatangkan rejeki,” cetus Titi berharap.
Hanya saja, satu hal yang menjadi kendala Titi saat itu adalah masalah tempat dan modal. “Akhirnya, ya, terpaksa pinjam kepada bank jalan (rentenir—Red ), dapat Rp 500.000 yang dibayar setiap hari Rp 20.000 selama 30 hari. “Jika dihitung, bunganya sebulan Rp 100.000,” ujarnya.
Soal tempat berjualan, lanjut Titi, ia menempati tanah kosong milik Ibu Oma. “Niat usaha yang sejak lama saya idam-idamkan mewujudkan hasil, ternyata Ibu Oma bersedia meminjamkan sebagian tanah kosongnya. Alhamdulillah, sampai sekarang keuntungan setiap harinya rata-rata Rp 50.000, setelah dipotong angsuran pinjaman, maka keuntungan bersih adalah Rp 30.000,” tuturnya dengan senyum ceria.
Sementara itu, Rina Herawati dan anggota Tim Faskel lainnya—R. Sugiarti, Rio Eldianson, Hendra Wijaya, dan Saepul Alam—mengakui warung makan Ibu Titi terbilang multifungsi. Karena, selain menjadi tempat menuntaskan lapar, warung ini juga menjadi tempat sosialisasi informal dari faskel kepada warga setempat.
“Masakannya lumayan, ada rasanya. Kita juga bisa memilih lauk. Ada lontong sayur, kupat tahu, sayur asem, lodeh, gorengan, dan lainnya. Yang jelas, kami semua tidak lagi mengalami kesulitan mencari makan,” kata Faskel Teknik Hendra. “Untuk sarapan pagi, warung Bu Titi juga menyediakan banyak pilihan, ada mi, lupis, pisang goreng, pecel, dan lain-lain,” tambah Faskel CD Sugiarti.
Selain mudah, lanjut mereka, harganya pun sangat terjangkau kocek. Bagaimana tidak? Hanya dengan uang Rp 2.000, mereka sudah bisa makan lontong sayur atau pecel. Sedangkan harga gorengan hanya Rp 500. “Murah, kan?” kata Sugiarti. Pagi yang dihiasi hilir mudik para ibu dan warga sekitar tampaknya memang menjadi pemandangan sehari-hari di warung ini. Ada yang datang membawa daun pisang untuk dijual kepada Ibu Titi, ada juga yang menitipkan kerupuk, nasi uduk, gorengan dan sebagainya. Ada pula warga yang sibuk memesan makanan.“Beberapa ibu tetangga saya juga ada yang bantu memasak dan menggoreng. Upahnya? Ya dapat makan gratis,” cetus Titi, dengan wajah ceria.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar