Rabu, 17 Juli 2013

BKM Bojong Gede Ramai-Ramai Tanggulangi Sampah


Permasalahan limbah sampah sudah menjadi problem bersama, baik di tingkat provinsi maupun tingkatan kota/kabupaten, bahkan pada tingkatan desa/kelurahan. Terlalu banyak masalah yang terjadi akibat limbah ini: penyakit, aroma bau menyengat, hingga korban jiwa di beberapa Tempat Pembuangan Akhir (TPA), seperti yang baru-baru ini terjadi di TPA Galuga Kabupaten Bogor.

Lebih dari setahun lalu, saat masyarakat di sembilan sasaran desa/kelurahan, Kecamatan Bojong Gede dampingan Faskel Tim 11, Kabupaten Bogor, dalam Perencanaan Jangka Menengah (PJM Pronangkis), program penanggulangan limbah sampah menjadi salah satu usulan prioritasnya.

Mereka sepakat limbah ini bisa bermanfaat bagi mereka, yakni dijadikan kompos dan pupuk cair pengganti pupuk anorganik. Kerjasama (channeling) dengan berbagai pihak telah dilakukan, seperti dengan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Bogor, Dinas Pertanian Kabupaten Bogor, dan kerjasamadengan Pihak Balitbang Departeman Pertanian.

Luasnya lahan pertanian di Desa Ragajaya, Kecamatan Bojong Gede, Kabupaten Bogor membuat petani setempat merasa pupuk organik menjadi harapan besar dalam menambah penghasilan, dibandingkan pemakaian pupuk anorganik. Oleh karena itu, saat dilakukan sosialisasi, penyuluhan, dan pelatihan pembuatan pupuk organik, petani sekitar merespon dengan baik.

Lebih dari 40 peserta mengikuti pelatihan ini, di mana 50 persen dari jumlah peserta adalah petani jambu biji, pisang, dan pepaya. Sebagian lainnya adalah anggota PKK, KSM, pengurus RT/RW, bahkan dihadiri pula oleh aparat desa. Instruktur pelatihan ini berasal dari Balitbang Departemen Pertanian, sedangkan panitianya dari KSM Anggrek BKM Purbaya Mandiri.

“Awalnya penggunaan pupuk anorganik terasa mampu  meningkatkan produksi pertanian, namun harganya mahal. Tak hanya itu, saat ini baru dirasakan terjadinya kerusakan lahan akibat pupuk jenis itu, bahkan lambat-laun terjadi penurunan hasil pertanian,” tegas instruktur pelatihan Haryono, didampingi asistennya Erni.

Menurut Haryono, tanah adalah mahluk hidup dan bergerak. Untuk itu dibutuhkan kesimbangan dalam memperlakukannya. “Pupuk organik, sesuai hasil penelitian, mampu memperlakukan tanah dengan baik, sehingga akan mampu pula menangkal kerusakan tanah dan meningkatkan produksi dalam kurun waktu yang lama. Dengan cara sederhana dan murah, pupuk organik cair dan kompos dapat dibuat sendiri oleh petani,” kata dia. Gaya Haryono yang lugas dan humoris ini dinilai menarik bagi peserta.

Petani jambu biji dan pisang, Basyudin dan Ruhyatna, menceritakan pengalamannnya terkait penggunaan pupuk anorganik, yang selama ini dirasakan kurang menguntungkan. “Di samping harganya mahal, barangnya juga sulit didapat. Setelah dikurangi ongkos produksi, penjualan jambu amat sedikit keuntungannya. Apalagi harga jual juga dikendalikan oleh tengkulak,” keluh kedua petani ini.

Masing-masing Basyudin dan Ruhyatna mengaku memiliki tanah garapan seluas 5.000 meter, yang mereka tanami pohon pisang, jambu biji, serta sayuran sebagai tanaman tumpang-sarinya. “Baru sekali ini saya bisa ikut pelatihan semacam ini. Sebelumnya hanya dengar-dengar saja, tanpa bisa mengikutinya. PNPM sangat membantu kami, utamanya dalam pengadaan pelatihan ini. Karena itu, kami serius mengikuti, dengan harapan mampu membuat pupuk sendiri dan menambah pendapatan keluarga,” harap mereka.

Pada kesempatan yang sama, istri Kepala Desa Ragajaya Dwi Suyanti (38) mengatakan, selama ini kegiatan perempuan di desanya hanya berkisar PKK, yang meliputi kegiatan Posyandu, Dasa Wisma, Kesehatan, dan olah raga saja. “Dengan hadirnya PNPM ke desa kami terasa lebih banyak lagi kesempatan positif yang bisa dikerjakan oleh perempuan,” kata dia di sela-sela waktu istirahat pelatihan.

Awalnya dulu, lanjut Dwi, kegiatan-kegiatan kaum perempuan hanya terbatas sampai sebelum maghrib. “Namun saat-saat rembug PNPM pada tingkatn basis, kami bisa ikutan sampai dengan sehabis Isya. Ini menurut saya adalah sebuah kemajuan. Mereka (kaum perempuan) amat antusias. Tengok saja kegiatan pelatihan ini, sekitar 40 persennya adalah permpuan,” tegas ibu beranak tiga ini.

Ia juga berpendapat, pupuk organik/kompos bukan hanya kebutuhan petani semata, tapi juga untuk kegiatan ibu-ibu rumah tangga, sekaligus penghijauan tanaman hias. “Yang penting kita harus pandai membagi waktu, ngurus anak, kegiatan lingkungan, termasuk kegiatan pengajian sebagai bekal dunia-akhirat,” kata Dwi.

Dalam hal mendidik dan mengawasi kegiatan anak, perempuan hendaknya juga harus aktif. “Jangan sampai mereka terjerumus kegiatan negatif. Sedapatnya kita memperlakukan mereka sebagai adik atau kawan curhat, sehingga mereka bisa terbuka terhadap semua masalah. Kemudian dengan bijak serta penuh kasih kita sikapi. Anak saya laki-laki yang sudah di SMU, juga adik-adiknya, amat dekat dengan orang tua. Bahkan, saya sering menyambangi sekolahnya guna berdiskusi dengan para guru terkait kemajuan anak,” ujar Dwi.

Mengenai pelatihan pembuatan pupuk organik, dirinya mengaku menaruh harapan besar demi kesejahteraan petani dan warga. “Di sini kan banyak lahan tidur. Jadi, nanti, dengan seizin pemiliknya, kita akan tanami dengan tanaman yang sesuai dan memiliki nilai jual tinggi. Mudah-mudahan bisa menambah penghasilan keluarga, utamanya yang tidak mampu. Saya sebagai istri kepala desa, sangat mendukung kegiatan ini serta berupaya terus untuk meningkatkan peran perempuan,” tuturnya.

Sementara itu, Koordinator BKM Purbaya Mandiri Desa Ragajaya, Suminto. Ia menjelaskan,  usulan prioritas  tentang penanggulangan sampah ini dan dilanjutkan dengan pemanfaatan limbah sampah, sejalan dengan pemikirannya. Pensiunan PT Pertamina berusia 68 tahun ini sejak lama menggeluti cocok tanam dan perikanan. Rumah dan tanahnya yang luas memungkinkan untuk kegiatan sambilan ini. “Dua kegiatan ini adalah hobi saya, terlebih setelah pensiun. Semuanya serba kebetulan. Pertama atas terpilihnya saya sebagai koordinator BKM, kedua munculnya usulan kegiatan penanggulangan limbah sampah yang menjadi salah satu prioritas masyarakat, serta mendesaknya akibat limbah,” kata Suminto.

Ia mengaku tidak menduga akan terpilih sebagai anggota BKM, bahkan menjadi koordinatornya. “Saya hanya orang biasa, bukan tokoh. Mengikuti pemilihan ini sebagai utusan RT. Awalnya hanya ingin melihat kegiatan, eh ujung-ujungnya terpilih. Saya menyikapinya sebagai amanah, sebuah kepercayaan dari masyarkat yang harus saya pertanggungjawabkan. Oleh karena itu, saya berkomitmen untuk memikulnya demi mengangkat derajat warga yang tidak mampu, serta kesejahteraan warga pada umumnya,” tegas pria yang selama ini selalu didukung penuh istrinya itu.
(heroe k, PNPM Mandiri Perkotaan; Firstavina)

http://www.p2kp.org/wartadetil.asp?mid=2927&catid=3&

Tidak ada komentar:

Posting Komentar